Tak bisa dipungkiri lagi, kalau Surabaya adalah kota metropolitan
ke-2 setelah Jakarta. Kota yang seakan memberikan janji dan angin surga kepada
manusia yang telah memutuskan untuk merantau di tempat itu. Tapi sebenarnya,
tak harus melalui kota metropolitan orang bisa memperlihatkan perjuangan untuk
meraih kesuksesannya. Anggap saja kayak Mojokerto yang banyak terlahir
juragan-juragan membidangi kerajinan sepatu. Madura, di sana banyak manusia
sukses semisal menjadi pengusaha ladang garam.
Banyak kota-kota yang tak metropolitan dari Sabang hingga Merauke,
dari Pulau Mianga hingga pulau Rote yang sebenarnya bisa memetropilitankan
sendiri terkait potensi diri danpotensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Sehingga ada peluang untuk menjadi kota yang metropolitan secara independen, hehe.
Tempat tinggal sementaraku di Surabaya, aku memang tinggal bersama
adikku. Adik yang terbilang memiliki kepribadian awal sebagai adik yang sedikit
manja, sedikit cengeng, sedikit lembek, sedikit pemalu, sedikit mental tempe,
dan juga sedikit tak ada greget. Kepribadian itu bisa terlihat di segala
aktivitas baik saat ku ajak jualan atau hingga ke proses perkuliahan. Terutama
saat jualan susu sari kedelai dan ku ajak mendalami dunia pijat, susahnya minta
ampun!
Awalnya, perang mulut terus terjadi hampir tiap hari. Tujuanku apa?
Hanya mengajak untuk menjadi pribadi yang kuat dan tak manja lagi. Nasehat
lewat mulut terus-terusan menghiasi suana kost. Alhamdulillah, semua itu
tak sia-sia!
Ibarat kata nih, aku dan adikkan harus bisa jalan bareng untuk
mencapai impian di Surabaya. Kalau yang satu kecepatannya 100 km/jam sedangkan
satunya 50 km/jam. Apa kita bisa jalan secara bersamaan kalau satunya cepat dan
satunya malah lambat?
Tapi, perjuangan itu memang berbuah manis. Kini penyakit-penyakit itu
telah tiada dan berubah menjadi karakter hebat! Dulu yang gak mau jualan
sekarang antusias banget berangkat berjualan. Hebatnya lagi, dulu yang gak mau
ikut terjun ke dunia mijat karena di anggap suatu hal yang aneh dan juga karena
belum ada percaya diri yang kuat. Kini malah menanti-nanti kedatangan pasien.
Jualan susu sari kedelai dan menjadi pemijat cewek adalah
aktivitasnya kini. Dengan mengesamping rasa malu, minder, gengsi, atau pun
penyakit-penyakit lainnya yang dulu. Kini dia bisa survive di Surabaya
dengan mendapatkan rupiah. Apalagi cita-citanya yang ingin mendirikan restoran.
Kalau punya karakter lemah seperti dulu apa bisa mewujudkan cita-citanya?
Dari hari ke hari pun, semangat kami mulai bertambah. Semangat 2
bersaudara yang ingin mengejar cita-cita. Kami juga mulai mendalami dunia pijat
yang mengusung brand PIJAT STIWI (Massage With Spiritual Energy). Semoga
mejadi brand yang hebat dan Terima kasih Adikku.
.
0 komentar:
Posting Komentar