Welcome Myspace Comments

Sabtu, 17 Desember 2011

KENANGAN TERBURUK!


Tepatnya pada Kamis, 08 Desember 2011. Mata elangku mampu menerkam coretan-coretan tanganku yang telah lama tersimpan oleh dinginnya waktu yakni sekitar ½ tahun yang lalu, inilah coretanku:

************************

Memang suram hidupku ini, hidup yang aku rasakan tak memberiku izin untuk merasakan kebahagiaan. Suatu kebahagiaan yang sejatinya mampu meningkatkan semangat dalam meniti setiap karya kreatifnya. Sehingga karya kreatif tersebut kelak mampu menciptakan sebuah kenangan terindah bagi setiap manusia yang memanfaatkan. Namun, kenyataan hidup telah menampakkan wajahnya padaku bahwa kesuraman hidupku ini tak mampu menciptakan karya kreatifku yang kedepannya menjunjung tinggi derajat hidupku sendiri.

Selama ini, tingkatan derajatku semakin lama direndahkan bahkan tak ada harganya. Aku kini sedikit mampu merasakan aura-aura tajam panasnya percikan api neraka di dunia. Setiap manusia tak menganggapku sebagai manusia yang tak memiliki derajat. Saat itulah aku merasakan panasnya percikan api neraka tersebut. Aku sangat sadar sesadar-sadarnya bahwa hidupku ini sangatlah jauh dari dunia gemerlap kesuksesan akan masa depan, kesuksesan yang ku inginkan tak mendapat respon dari manusia di sekelilingku.

Aku sangat berharap manusia di sekelilingku mampu membantu mempermudah langkah demi langkah tiap langkah emasku, tapi semuanya hanyalah sebuah harapan sampah yang tak mampu membuatku berbangga diri. Memang aku tak pernah hidup dengan membanggakan diriku sendiri. Apa yang dapat membuatku bangga? Jikalau semua orang tak merespon bahkan mencekal setiap karya kretifku yang akan ku jalani. Pernah ku coba tak ambil pusing atas duri-duri tersebut. Aku terus berkarya untuk menatap masa depan. Sampai berjalan lama, aku hampir putus asa atas apa yang aku jalani dengan optimis dan tak menghiraukan orang di sekitar yang sirik denganku, tetap saja karya-karyaku tak berjalan mulus sesuai dengan impian.

Aku mencoba merenung dan bertapa di tengah teriknya matahari sambil memandangi pantai indah yang tak pernah ku rasakan keindahan sebelumnya. Di pertama kaliku didaerah pantai sana aku mencoba meditasi dengan semilir angin laut yang terhempas akan keindahan. Aku tak sempat merasakan keindahan pemandangan alam pantai atau pun pemandangan kemolekan kaum hawa yang berjemur dengan kain yang amat minim, persetan dengan mereka semua yang menyebarkan virus pemikiran yang jorok, tentu semua itu kembali pada sanubari manusia yang memandangnya yang jelas mereka memberikan peluang yang mulus untuk terciptnya semua itu.

Itulah hidup yang intinya hanya tarik-menarik, dipengaruhi atau mempengaruhi, Terserahlah mereka berkarya! Di kondisi yang indah itu, aku memang tak sempat memanfaatkan dengan bagus karena pikiaranku hanya berkonsentrasi pada mengapa kehidupanku seperti ini? Dengan berkonsentrasi itulah, aku mampu menemukan atas jawaban hidup yang selama ini membelengguku. Meditasi yang aku lakukan dengan berjalannya waktu tak sadar adzan ashar membangunkanku untuk menghadap-Nya, segera aku menuju ke tepi pantai untuk mengambil air wudhu. Proses penyucian aku jalani dengan sempurna kecuali berkumur karena air laut tersebut sangat terasa asin. Setelah itu, aku bersegera untuk shalat di tepi pantai di bawah pohon kelapa dengan sajadah jaket yang telah ku kenakan. Aku tak ambil pusing atas semua orang yang memandangiku, aku tak menuju mushola atau masjid karena di sana tak ada fasilitas yang menyediakan, waktu ashar saja aku paham karena bayangan ku saat duduk di pasir pantai tadi lebih panjang dari yang aslinya.

Setelah shalat ashar, pikiranku semakin kabur atas suasana angin yang sangat kencang dan ditambah pengunjung pantai yang semakin membludak karena di sana akan diadakan konser musik di tepi pantai jaraknya hanya sekitar 200 meter dari tempatku. Aku tak menghiraukan mereka, aku hanya terus berkonsentrasi mengapa hidupku seperti ini. Merenung, berfikir, melamun, dan berkonsentrasi tetap saja aku tak menemukan. Aku berharap dengan kedatanganku di pantai mampu membawaku untuk menemukan rahasia mengapa aku diciptakan hanya untuk dipermainkan.

Di pantai yang indah itu, aku berharap mampu menjalin komunikasi dengan-Nya, tapi aku tak mendapatkan. Aku pulang hanya membawa kekecewaan, perjalanan terus Aku lanjutkan hingga malam hari aku menemukan pohon sawo yang besar dan tinggi sekali, aku beranikan untuk langsung memanjatnya dengan nada berhati-hati agar diriku tidak mati sia-sia, puncak tertinggi pun aku raih, suasana desa yang masih tampak dengan cahaya lampu yang khas yakni warna kuning seakan menampakkan kesuraman di wajah perkampunganku dan kampung tetanggaku.

Di atas sana aku meditasi kembali, ganguan pun sempat terasa. Saat ku mulai merenung, berfikir, melamun, dan berkonsentrasi ada saja yang mengganggu seperti suara-suara kelelawar yang berkelana mencuri kenikmatan sawo yang matang, sebelunya memang aura sawo matang sangat terasa. Aku pun akhirnya mengikuti jejak si kelelawar tadi. Meski malam hari tak kesulitan untuk memanen sendiri buah sawo yang matang tanpa sepengetahuan pemiliknya, ketidak kesulitanku tadi karena alam sedikit sepihak dengaku, karena cahaya bulan purnama menyinari bumi yang awalnya gelap gulita. Mengenai pemilik pohon tersebut, Aku menganggap ia pasti rela pencuri sepertiku menjalankan aksi, karena setiap pagi sawo yang matang jatuh bertaburan dengan sia-sia, si pemilik memang sedikit mengasingkan pohon ini karena ia juga punya kebun yang tertanam beberapa pohon elit dan lebih berkualitas lainnya seperti mangga, jeruk, alpukat, dan rambutan.

Aku sedikit terlena atas hawa surga yang tersangkut di pohon sawo tersebut. Aku pun segera berhenti melanjutkan meditasi dengan perut yang kenyang.

Proses meditasi terus berjalan, melakukan seperti yang telah aku lakukan selama di pantai yang sebenarnya amat jauh dari perkampunganku itu. Suasana bising saat di pantai sangat tak terasa disuasana pohon yang kunaiki. Malam semakin malam, aku sendiri tak paham sekarang pukul berapa, jam tangan yang seharusnya menempel di tangan kiriku kayak temen-temenku lainnya tak tampak. Ya karena memang aku tak memilikinya. Yang jelas, bulan yang cantik di atas sana semakin mencondongkan badanya menuju ke barat dan lebih kagetnya aku mendengarkan suara kentongan pak Hansip yang berjaga sebanyak 2 ketokan. Aku terkaget setengah mati. Ternyata, waktu tak malam lagi tapi waktu telah menunjukkan jam 2 pagi.

Aku mengelus dada dan ambil nafas dalam-dalam, mengapa aku tak terasa telah selama itu aku bertengker di atas pohon dan tak mendapatkan sedikit pun apa yang aku pikirkan. Meditasi yang aku jalani berjalan dengan sia-sia. Aku sedikit jenuh atas apa yang ku lakukan selam ini, hingga aku putuskan berkawan dengan bantal dan kasur kerasku di rumah. Tak terasa aku telah dibuat terlena oleh bantal dan kasur. Seakan mereka menghipnotisku hingga aku mampu terbangun subuh tepat pukul 10.00. subuh + dhuha menyejukkan hatiku saat kelelahan yang amat payah menggodaku. Aku sangat lega fisikku dapat beristirahat.

Namun, seakan rohaniku belum mampu lega atas rahasia dalam hidupku ini. Hingga ke-3 temanku memanggilku lewat jendela samping. Mereka memberiku angin segar atas kepenatanku selama ini dan mereka mampu memberikan kesejukan pada kondisiku yang amat terasa panas. Mereka tak panjang lebar seperti biasanya, mereka hanya memberiku secarik selebaran yang berisi kegiatan pendakian di gunung Penanggungan.

Di sini Aku dihadapkan oleh dua pilihan yaitu mengikuti acara karang taruna yakni pendakian atau istirahat atas meditasiku selama ini. Aku tak membuat pusing dua pilihan tersebut, aku putuskan untuk mengikuti pemdakian yang dapat berharap dari proses meditasi di puncak. Bila nanti aku telah tiba di puncak, maka itulah puncak yang telahku kunjungi selama tiga kali. Segala persiapan telah aku jalani seperti biasa, jiwa dan ragaku aku persiapkan sebaik mungkin agar apa yang aku inginkan dapat terwujud. Seperti pendakian-pendakian sebelumnya, rintangan demi rintangan selalu menghadang pendakian karang taruna kami. Namun, kita semua menganggap bahwa itu semua hal yang lumrah bagaikan hidup yang penuh dengan masalah-masalah. Rasa takjub dan gembira sangat terpancar pada kita semua, Panorama puncak yang surgawi mampu mengetarkan hati manusia yang memandangnya. Kita semua bangga telah manyaksikan keagungannya yang gratis ini dan semoga kita semua mampu memetik jutaan pengalaman. Nah, di sinilah aku menampakkan sujud syukurku padanya. Aku mampu menangkap aura positif yang mampu memudahkanku untuk bermeditasi. Hawah subuh yang dingin dan segera disusul oleh pancaran sinar mentari semakin menambah semangatku untuk duduk bermeditasi. Berbagai tempat telahku tempati untuk bermeditasi, merenungi apa yang menyebabkan kehidupanku ini yang penuh dengan labirin, yang tak menemukan ujung kebanggaan. Aku memasuki dunia perenunganku, memusatkan pikiran dan berharap menemukan solusi. Namun, lagi-lagi solusi yang aku inginkan tak kudapatkan disini, disamping karena hawa dingin yang aneh ini tak mampu membuatku berfikir, ketua karang tauna memutuskan untuk menyuruh semua pendakinya untuk segera turun yang disebabkan cuaca yang tak mendukung. Inilah yang terjadi dipuncak yang persis aku alami satu tahun yang lalu, yakni semakin siang malah cuaca semakin dingin. Keinginan untuk meditasi yang lama tidak aku dapatkan, sekitar 45 menit meditasi yang aku jalani tak mendapat apa yang kuharapkan yakni menemukan rahasia hidup suramku. Hidup ini memang jelas-jalas suram. Namun, aku belum jelas apa penyebab semua itu. Hingga kini aku masih mempunyai pandangan bahwa benar aku memang telah dipermainkan oleh kehidupanku sendiri. Kenapa tidak? Baik dipantai, dipohon, hingga digunung telah kujejaki untuk menemukan solusi dari masalah-masalah hidupku, tetap saja aku belum menemukan.

Aku sangat mengiginkan perubahan, telah bosan hidupku ini terus-menerus dipermainkan. Aku ingin tersenyum lebar menatap mas depan. Telah terkuras sudah pemikiran, tenaga, materi, waktu dan seakan semangat pun ikut-ikutan terkuras dalam menjalani meditasi, tapi pengorbananku itu semua sia-sia. Kata orang apa pun yang ada di dunia ini tak ada yang sia-sia semua pasti ada hikmah, pengalaman atau makanan apalah yang lainnya. Yang jelas aku meras letih atas kehidupan suramku, aku capek capeeeeek bangeeet bener-bener capeeeek harus mencari pemecahan ke mana lagi, pemecahan masalah atas kesuramanku bak menyelami harta karun yang terdampar di dasar samudra yang amat luas dan dalam. Sungguh sulit! Banyak manusia yang punya nyawa sering mengucapkan bila anak muda sering mengeluh maka masa depanya akan semakin suram atau gak bakalan jelas masa depannya. Iya! Aku sangat setuju atas pernyataan tersebut. Tapi! Aku bingung, setres, capek, letih, bimbang, lelah, lesu dan banyak lagi yang mampu mengambarkan bahasa pemikiranku aku terus berusaha agar semangat hidupku mampu aku rasakan kembali sedia kala.

*************************

Bidadariku yang di sana memberikaku semangat dengan kata-kata surganya...

Bintang itu akan menemani engkau, wahai pelipur laraku. Kau bukan hanya sebagai handuk kesedihanq, namun kau inspirasi jalan terang benderang disekian ujung. Namun kenapa kehadiran hiu yang kecil ini, kau hanya tercengang tanpa menyapa. Hiu ini ingin bermain kata tanpa harus ada irama yang mengikat untuk mengisi lautan impian. Hiu itu menangis jika semua angin diam dan hening, angin jualah merobek semua luka dan berganti lautan impian. Semoga engkau memahami...

Terkadang hiu ini ingin lari karena takut kalau kau mengambil sebagian dari sirip ini, dan menjual dalam tiang kesepiaan yang larut. Tuhan jagalah hiu itu untuk hatiku...

My love..

“Senyum terima kasih, ku persembahkan padamu....”

*

*

*

*

*

*

*

*

*


SEMANGAT...!!!!!!!!

0 komentar:

Posting Komentar

HTML

Powered By Blogger

SALJU INDAH